Rabu, 02 November 2011

A SONG FOR A RAGGY BOY

|2 komentar
A SONG FOR A RAGGY BOY

Directed by Aisling Walsh
Writing credits (in alphabetical order)
Patrick Galvin
Kevin Byron Murphy
Aisling Walsh

Cast (in credits order)
Aidan Quinn .... William Franklin
Iain Glen .... Brother John
Dudley Sutton .... Brother Tom
Marc Warren .... Brother Mac
Claus Bue .... Bishop
Alan Devlin .... Father Damian
Stuart Graham .... Brother Whelan
John Travers .... Liam Mercier
Chris Newman .... Patrick Delaney
Simone Bendix .... Rosa

Sebagaimana dunia tercengang dengan pengungkapan kasus pada awal-awal tahun 2000 sampai dengan sekarang tentang sexual abuse yang bersifat pedofilia dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh biarawan-biarawan yang semestinya menjadi pelindung bagi anak-anak yang sebagian besar yatim-piatu ini. Film ini sepertinya hadir pada saat yang bertepatan dengan pengungkapan kasus-kasus itu.


Film ini berdasar dari kisah nyata (otobiografi) yang ditulis oleh Patrick Galvin. Mengambil dari kisah dan pengalamannya ketika berada di Sekolahan khusus anak-anak nakal (prayuana/ sekolah tetapi lebih bersifat penjara bagi anak-anak) St. Jude Reformatory di Irlandia di tahun 1939. Film ini dikemas dalam dialek Irlandia yang kental, dengan sinematografi dan musik yang sangat bagus. Film ini adalah film yang cukup berat untuk ditonton, tidak ada segi entertainment-nya, sebaliknya berisikan adegan-adegan yang cukup keras dan menguras emosi. Penonton dihadapkan dengan pada sisi gelap kaum rohaniawan. Sangat mengerti Firman Tuhan namun kehilangan kasih. Lebih jahat dari orang-orang biasa.

Anak-anak yang mengalami tindakan kekerasan ini merasakan suasana yang berbeda dengan kehadiran seorang guru yang baru William Franklin. Franklin adalah mantan pejuang dengan background “communist” dan ikut aktif dalam perang sipil di Spanyol, dalam perang tersebut Franklin kehilangan istri dan sahabatnya, dan cukup membuatnya shock berat ditambah dengan kekalahan pihak communist dalam perang sipil tersebut. Sekembalinya dari Spanyol ke Irlandia, Franklin berusaha mencari pekerjaan, dan satu-satunya pekerjaan yang menerima dia adalah sekolah St. Jude Reformatory.

Franklin mengajar murid-murid yang rata-rata berusia 13 tahun, yang hampir semuanya buta huruf. Kesabarannya membawa anak-anak ini untuk membuat mereka membaca-tulis, menghasilkan anak-anak yang hampir seluruhnya memahami karya sastra yang baik. Figur Franklin adalah sebuah ironi dari sekelompok “abusive staff” dari kalangan gereja. Sementara para biarawan mengajar sebuah disiplin dengan kekerasan, namun dipihak lain Franklin yang sekularis itu mengajar disiplin dengan kasih dan perhatian. Kehidupan Pribadi Franklin yang digambarkan sebagai seorang yang putus-asa, selalu kelihatan kurang tidur. Namun pada saat berinteraksi dengan anak-anak dan melihat penderitaan anak-anak muncul sikap humanity-nya. Ini adalah sikap yang berlawanan dengan sikap-sikap biarawan yang cenderung “enjoy” menyiksa anak kecil. Orang bekas komunis itu memiliki sikap kasih yang tidak dimiliki oleh kaum rohaniawan. Apakah Franklin tetap komunis?, tidak dijelaskan secara eksplisit dalam film ini, namun menjabaran secara visual menunjukkan bahwa Franklin mampu membuat anak-anak memiliki pengalaman yang belum pernah dialami mereka yaitu “merayakan malam natal yang indah”. Pada malam natal tahun 1939 Franklin membawa anak-anak berjalan-jalan dan membagi-bagikan hadiah kepada anak-anak itu sambil bercanda “do you believe in St Claus?” sembari membagikan hadiah.

Namun pada keesokan harinya anak-anak tersebut dihadapkan kepada suasana yang bertolak belakang, Brother John (yang bertugas sebagai pendisiplin murid2) menyiksa 2 orang kakak-beradik hanya karena melanggar jam bangun pagi dan malanggar batas tembok karena mereka ingin mengucapkan merry cristmast dan bertukar hadiah kepada saudaranya. 2 anak tersebut disiksa gara-gara indisipliner ini. Franklin menentang tindakan Brother John “bagaimana kamu melakukan ini pada hari natal?” Kehidupan hipokrit kaum rohaniawan ditampakkan jelas, satu sisi mengajarkan tentang Yesus tapi disisi lain memperkosa anak-anak, dan setelah melakukannya berdoa untuk pengampunan dosa.

Film ini ditutup dengan kejadian yang dialami oleh murid kesayangan Franklin : Liam Mercier yang mengalami penyiksaan fisik sampai mati. Franklin sangat menentang keputusan gereja yang menyatakan bahwa kematian Mercier itu karena sakit, ini adalah kebohongan besar! Pada pidato persemayaman Franklin mengatakan : “Liam Mercier sepanjang hidupnya mengalami abusement : pertama-tama oleh keluarganya sendiri, kemudian oleh staff di St. Jude, bahkan pada saat mati-pun masih di-abuse oleh gereja dengan mengatakan kematiannya adalah karena sakit. Ada iblis ditempat ini”.

Franklin orang bekas komunis itu, orang yang pernah menentang Tuhan, yang mungkin tidak tahu banyak tentang “tata krama agama” tetapi lebih memiliki kasih. Dan menjadi figur “Bapak” bagi anak-anak yang terlantar ini.


Full Metal Jacket

The Prestige (Perang dalam Dunia Sulap)

A SONG FOR A RAGGY BOY

Stray Dog

The Book of Eli

CITY OF LIFE

NINE

MICHAEL JACKSON – This Is It!

KING

GARUDA DI DADAKU

Valkyrie

ELEGY

Atonement

Seraphim Falls

Gran Torino

THE PAINTED VEIL

LA NIÑA SANTA

Ennui

The Messenger

HOSTEL

REDACTED (2007)

IRON MAN

Film Atonement

Dororo

The Last King of Scotland

Denias

Seraphim Falls

X-Men: The Last Stand

NOBODY KNOWS

SILENT HILL

CAPOTE

The Pool

Dog Soldiers

The Hours

Final Destination 2

Catch Me If You Can

The Prestige

road to perdition

The Notebook

i am sam

DRAGON ZAKURA

Saur Sepuh

BROKEBACK MOUNTAIN

The Green Mile

The Vampire Assistant

A Walk To Remember

August Rush (2007)

Legends Of The Fall

Fireproof

the Last Samurai

The Mighty

Saving Private Ryan

review film Life is Beautiful

review film Schindler's List

review film Surat Kecil Untuk Tuhan

sweet home alabama

Never Been Kissed

review film closer

Pay it Forward

1 Litre of Tears

Hachiko: A Dog's Story

Stray Dog

|0 komentar
Stray Dog (Akira Kurosawa, 1949)
"There are no bad people in the world, only bad environments."

Stray Dog adl film noir klasik Jepang, yg meskipun dibuat thn 1949 dan merupakan lesser known film dr Kurosawa, tapi berasa familiar. Bukan saja film-film acclaimed Kurosawa saja yg banyak menjadi inspirasi dan dikopi Hollywood, ternyata film spt Stray Dog ini juga tdk lepas dicaplok. Dr karakter, plot, twist, dan set pieces-nya bisa kita liat di bejibun film Hollywood, terutama film police thrillers. Sbg contoh, salah satu adegan yg langsung terpikir di benak gue adl saat Murakami dan Sato sedang mencari incaran mereka saat pertandingan baseball, Sato punya ide utk memanggil nama orang itu melalui pengeras suara. Tiba-tiba gue inget dgn salah satu film Lethal Weapon saat si Mel Gibson manggil-manggil penjahatnya melalui pengeras suara saat pertandingan hoki. Terus contoh lainnya adl dr Die Hard With A Vengeance, saat McClaine berhasil melacak si Simon Gruber berdasarkan korek api dr suatu hotel, adegan tsb juga sudah lebih dahulu ada di Stray Dog. Dan tentu saja Stray Dog juga bisa disebut “buddy cop” movie. Murakami yg masih muda dan blm berpengalaman yg lebih mengandalkan temperamennya dlm mengambil tindakan sementara Sato adl seorang senior yg sudah banyak makan asam garam dan lebih bijaksana, banyak mengeluarkan kata-kata filosofis dr mulutnya. Se7en, anyone? Somerset the wise and Mills the headstrong?


Stray Dog bercerita ttg polisi rookie Murakami (Toshiro Mifune) yg kehilangan senjatanya sebuah pistol saat kecapean pulang dr kantor polisi di suatu bus penuh sesak yg ditumpanginya. Ternyata pistolnya itu dicopet, dan ketika dia menyadarinya ada seseorang yg turun dan berusaha dia kejar tapi berhasil meloloskan diri. Penuh dgn rasa malu dan bersalah krn tdk bisa mempertanggungjawabkannya dia meminta petunjuk kpd atasannya, yg menugaskannya utk segera mencarinya. Semakin lama Murakami semakin tdk bisa menerima keadaan ini dan putus asa, lalu meminta bantuan kpd seniornya Sato (Takashi Shimura, salah satu member di film Seven Samurai juga). Setelah ada perampokan yg menimbulkan korban tewas dan setelah diselidiki ternyata pelurunya adl berasal dr pistolnya si Murakami, hal tsb semakin membuatnya tdk karuan dan rasa bersalahnya yg menjadi-jadi membuatnya sempet ingin mengundurkan diri sbg polisi.

Stray Dog adl film ttg prosedural polisi yg lebih ke karakternya drpd plotnya, yg membedakan Stray Dog dgn noir/ thriller lainnya adl adanya nilai moral yg dijunjung tinggi dan suatu etika dan pertanggungjawaban diutamakan tanpa ada kesan keheroikan, patriotisme, atau sok jagoan, menjadikan karakter-karakternya lbh manusiawi. Karakter-karakter antagonisnya juga tdk digambarkan dgn hitam putih, tapi ada ruang abu-abu yg membuatnya juga manusiawi, as flawed as the protagonists were. Yg realistik juga adl lingkungan yg ditampilkan saat lagi panas-panasnya musim panas, menunjukkan keadaan sosial kelas menengah ke bawah Jepang pasca PD II, menambah nuansa keotentikan filmnya. Bagaimana pencarian Murakami bisa membawanya ke pasar gelap perdagangan senjata ilegal di Tokyo dgn segala aspeknya ditonjolkan. Yg menjadi ironi adl hanya krn keteledoran Murakami sbg seorang polisi rookie bisa menimbulkan ekses dan dampak yg sangat besar, mempengaruhi nasib banyak orang, yg juga Murakami sendiri sadari, dan juga mempengaruhi karir dan dirinya sbg polisi. Kalo kita liat film noir biasanya karakter-karakternya itu adl sedemikian rupa innocent, naif atau cool, heroic, evil atau larger than life dgn setting yg eksklusif (contohnya adl The Third Man). Tidak demikian dgn Stray Dog, yg bisa menghidupkan karakter-karakter baik protagonis maupun antagonisnya yg manusiawi di tengah-tengah lingkungan yg realistik tdk dikondisikan tertentu. Stray Dog is a little and lesser known gem waiting for bigger audience to find it. Don’t miss it. Kalo ngga salah Criterion juga akan merilis DVDnya thn ini.

Oh iya, berbanggalah Gesang, salah satu pencipta lagu nasional kebanggaan Indonesia, krn ternyata lagunya Bengawan Solo dijadikan soundtrack di pertengahan film Stray Dog yg digubah dlm bhs Jepang. Bener adanya bahwa lagu ini memang populer di Jepang sana.


Full Metal Jacket

The Prestige (Perang dalam Dunia Sulap)

A SONG FOR A RAGGY BOY

Stray Dog

The Book of Eli

CITY OF LIFE

NINE

MICHAEL JACKSON – This Is It!

KING

GARUDA DI DADAKU

Valkyrie

ELEGY

Atonement

Seraphim Falls

Gran Torino

THE PAINTED VEIL

LA NIÑA SANTA

Ennui

The Messenger

HOSTEL

REDACTED (2007)

IRON MAN

Film Atonement

Dororo

The Last King of Scotland

Denias

Seraphim Falls

X-Men: The Last Stand

NOBODY KNOWS

SILENT HILL

CAPOTE

The Pool

Dog Soldiers

The Hours

Final Destination 2

Catch Me If You Can

The Prestige

road to perdition

The Notebook

i am sam

DRAGON ZAKURA

Saur Sepuh

BROKEBACK MOUNTAIN

The Green Mile

The Vampire Assistant

A Walk To Remember

August Rush (2007)

Legends Of The Fall

Fireproof

the Last Samurai

The Mighty

Saving Private Ryan

review film Life is Beautiful

review film Schindler's List

review film Surat Kecil Untuk Tuhan

sweet home alabama

Never Been Kissed

review film closer

Pay it Forward

1 Litre of Tears

Hachiko: A Dog's Story

The Book of Eli

|0 komentar
The Book of Eli

Cast:
Denzel Washington ... Eli
Gary Oldman ... Carnegie
Mila Kunis ... Solara
Jennifer Beals ... Redridge
Malcolm McDowell ... Lombardi
Michael Gambon ... George
Ray Stevenson ... Redridge


Directors: Albert & Allen Hughes
Written by Gary Whitta

Denzel washington, dikenal sebagai seorang aktor yang setia beribadah di The Crystal Cathedral Church Ministries. Pada film The Book of Eli yang diproduserinya ini, ia mencoba mengungkapkan keyakinan yang selama ini diyakininya. Film The Book of Eli berkisah tentang "pasca semi-kiamat" yang terjadi di bumi ini pada tahun 2043 dan sejak itu sosok Eli (Denzel Washington) memulai perjalanannya selama 30 tahun untuk mengantar sebuah Kitab Suci satu-satunya yang masih tersisa.


Pengetahuan adalah sumber kekuasaan, itulah tema yang diangkat dalam film "The Book of Eli". Dan buku yang sedang dibawa oleh Eli adalah buku dari segala sumber pengetahuan dan hikmat. Ada permainan kata pada judul "The Book of Eli", 'Eli' adalah sebuah kata yang dijadikan nama dalam bahasa Ibrani yang bermakna 'Allah-ku' (berasal dari אֶל - 'EL, Allah, dengan akhiran "yod" menjadi אֵלִי - 'ELI, Allahku). Maka The Book of Eli bermakna harfiah 'Kitab Allahku' yang tentu saja merujuk kepada Alkitab.

Film ini boleh dibilang sebuah film religius terutama karena rujukan Kitab Suci itu sendiri dan beberapa quote yang diambil dari ayat-ayat Alkitab. Namun demikian, menurut Denzel Washington dalam sebuah wawancaranya di NBC mengatakan bahwa film ini bukanlah film yang hanya fokus pada Alkitab, melainkan bercerita tentang kekuasaan, kejahatan dalam dunia ini dan seorang pria dengan sebuah misi khusus untuk menyelamatkan peradaban manusia. Karena itu, film ini tidak dikemas secara gamblang merujuk kepada agama tertentu atau berisi wejangan-wejangan agamawi yang mungkin terkesan menggurui, tapi lebih dikemas secara menarik dalam action ala ninja/ kungfu yang cukup menghibur.

Adegan-adegan action dalam film ini mengundang decak kagum, aksi bela diri Denzel Washington cukup terlihat cool banget. Denzel Washington di usianya yang sudah tidak lagi muda, namun ia mampu beradegan fisik yang menggambarkan karakter seorang pendekar dengan total dalam performance and act yang sangat meyakinkan. Tentang visual-sinematografi yang disajikan, sutradara kembar Albert dan Allen Hughes dan team-nya menghadirkan setting dunia pasca-perang nuklir: sunlight, shadows and silhouettes, clouds, dimanipulasi sedemikian rupa sehingga gambar-gambar yang disajikan memberikan kesan dunia yang rusak, keras dan kejam. The Hughes Brothers menuangkannya dalam gambar-gambar berwarna sepia cenderung ke arah hitam-putih. Semuanya itu untuk menggambarkan bahwa bumi telah luluh lantak dan hanya menyisakan kegersangan dimana-mana. Ketika bumi musnah dengan segala keindahannya dan yang tertinggal hanyalah debu, kesemrawutan dan sulitnya makanan dan juga air. Sinar Matahari dikesankan sangat tidak bersahabat sehingga orang-orang harus memakai kacamata hitam untuk menahan radiasi sinar matahari. Digambarkan juga langkanya air bersih, kanibalisme, pemerkosaan, pembunuhan, perdagangan sistem barter, yang semuanya itu merupakan gambaran dunia masa depan yang rusak.

Perang Nuklir terjadi dan menyisakan kerusakan total di atas seluruh bumi. Dunia menjadi reruntuhan, peradaban sudah mati, manusia tinggal sedikit dan kembali ke hukum rimba. Alam telah berubah, yang ada hanya puing-puing sisa kejayaan peradaban modern yang tadinya sangat dibanggakan umat manusia di masa lalu. Eli adalah satu dari sedikit orang di jaman tersebut yang masih beriman akan adanya Tuhan. Hal ini dapat dimengerti karena Eli hidup sebelum perang nuklir itu terjadi. Dan yang lebih penting sosok Eli disini dilukiskan sebagai 'pewaris tunggal' dari peradaban dan keyakinan akan Tuhan yang pernah ada di muka bumi ini. Sosok Eli digambarkan sebagai seorang pendekar penjaga warisan kitab suci satu-satunya yang berkelana sendirian di tanah (yang dulunya disebut) Amerika Serikat. Eli mendapat panggilan melalui suara hatinya yang tentu saja berasal dari kuasa Tuhan yang membisikan ke dalam sanubari Eli suatu tugas suci. Eli dalam panggilannya itu ditugasi untuk menyelamatkan sebuah Kitab Suci untuk dibawa menuju ke Barat. Kitab Suci itu adalah cetakan tersisa satu-satunya, secara implisit diungkapkan bahwa setiap eksemplarnya sengaja dimusnahkan/ dibakar karena Kitab tersebut dianggap sebagai asal-muasal terjadinya perseteruan dan peperangan. Alasan tersebut dapat diterima dengan menimbang banyaknya perseteruan antar manusia selama ribuan tahun terhadap keyakinannya, manusia berperang karena agama .

Eli dalam perjalanannya hanya membawa perlengkapan seadanya, berbagai senjata untuk bertahan hidup. Eli adalah seseorang yang cinta damai dan hanya menyerang apabila diserang untuk pertahanan diri. Di dunia yang telah rusak itu manusia tidak lagi mengenal hukum, alam semesta tidak bersahabat, tanah tidak ada tanaman dengan dedaunannya yang hijau, air dan makanan sangat langka, dan itu membuat sebagian manusia menjadi kanibal saling membunuh untuk bertahan hidup. Di film ini digambarkan cara mengetahui seorang kanibal atau bukan adalah dengan mengecek tangan tiap orang. Manusia kembali ke zaman batu, manusia hanya dapat menggunakan peralatan sisa-sisa zaman modern. Perdagangan tidak lagi menggunakan alat tukar uang, tetapi dengan barter, tidak ada pendidikan, banyak manusia yang buta huruf, kekacauan terjadi karena tidak ada hukum sipil yang mengatur komunitas manusia.

Dalam perjalanan membawa Kitab Suci itu Eli banyak bertemu dengan banyak komunitas manusia yang sudah rusak dalam komunitas-komunitas kecil yang berseteru satu sama lain. Eli bertahan hidup dengan ketangkasannya bela-diri dan inilah poin yang sangat menghibur dalam film ini, kita disuguhi aksi pendekar yang berkungfu dengan kecepatan tangan ala Bruce Lee dan bermain senjata pedang dan panah ala Ninja. Sampai kemudian pada suatu saat Eli bertemu dengan penguasa komunitas gangster bersenjata yang buta huruf, yang sangat mengincar Kitab Suci yang dibawa Eli, dia adalah Carnegie (Gary Oldman). Perjalanan Eli ini terhadang oleh Carnegie yang menginginkan Kitab Suci tersebut untuk kepentingan pribadinya. Di dalam komunitas yang dikepalai oleh Carnegie, terlihat hanya dialah yang bisa membaca. Carnegie berfikir apabila dia dapat memiliki Kitab Suci itu, maka kitab itu akan dapat memperlengkapi kekuatannya untuk dapat mengendalikan "rakyat"nya, dan dengan Kitab tersebut dia berencana akan membuat tatanan "dunia baru" dan tidak ada orang yang akan berani melawannya. Karena Kitab Suci itu, terjadilah pertaruhan nyawa antara Eli dan Carnegie dan dalam film ini kita akan sungguh menikmati akting dari dua aktor senior kaliber oscar.

"Apakah kamu suka membaca buku?" tanya Carniege, dan Eli menjawab bahwa ia selalu membaca setiap hari. Kemudian Carniege menyambung "Hanya orang-orang seperti kita, yang suka membaca buku yang bisa menentukan masa depan." Eli dan Carnegie digambarkan sebagai sosok yang sama-sama pernah mengalami hidup sebelum peristiwa kehancuran dunia terjadi, dan mereka tahu ada suatu saat di masa lalu dimana di dunia ini pernah terjadi suatu peradaban yang sangat tinggi dalam tatanan dunia yang terkendali dan serba modern. Manusia hidup dalam kenyamanan dan memperoleh kemudahan dalam tekhnologi dunia modern. Mereka sama-sama mengetahui kekuatan Kitab Suci tersebut, sebab kitab itu berisi tentang hukum dasar yang mengantar manusia untuk hidup dalam tatanan komunitas yang tertata rapi dalam bermasyarakat. Pendeknya mereka menyadari kekuatan Kitab tersebut sebagai sumber peradaban hidup manusia. Kitab tersebut juga merupakan sumber bagi manusia-manusia yang haus akan kebutuhan spiritual, haus akan kebenaran.


Eli berusaha tetap maju terus pantang mundur mencapai tujuannya untuk mengantarkan Kitab Suci ke Barat. Karena Eli tidak mau menyerahkan kitabnya, jelas pertumpahan darah takkan terhindarkan. Dalam perseteruannya dengan Carnegie ini, Eli dipertemukan dengan Claudia (Jennifer Beals) seorang wanita tuna-netra dan anak perempuannya Solara (Mila Kunis). Carnegie adalah ayah tiri dari Solara. Claudia menimbang bahwa bersama Eli, Solara akan mendapat kehidupan yang lebih aman. Eli sedikit banyak memberikan pengaruh dalam diri Solara, seorang gadis yang hidup tanpa pengetahuan sama sekali tentang ketuhanan, dan ia adalah seorang gadis yang buta huruf. Ia terkesima doa yang diucapkan Eli ketika mensyukuri makanan sebelum makan, ia tersentuh dengan sebuah puisi yang diucapkan Eli yang diambil dari Mazmur 23. Kata-kata itu bagaikan sebuah siraman air di tanah yang tandus, bukan sekedar kata-kata biasa sebab semuanya itu adalah Firman Allah yang mempunyai kekuatan.

Perjalanan Eli bersama Solara banyak terhadang oleh banyak kekerasan dan ancaman termasuk dari gangguan para perampok dan kelompok kanibal, sementara itu Carnegie terus bersemangat memburu Eli dan Kitab yang dibawanya. Sampai pada suatu saat Eli harus kalah dan merelakan Kitab itu. Carnegie pun membawa pulang Kitab itu, dan membiarkan Eli tergeletak di tengah padang pasir. Namun, tanpa disangka setelah Carnegie membuka gembok Kitab tersebut ia mendapati halaman demi halaman dalam Kitab tersebut ditulis dalam huruf Braille yang tak dapat ia baca. Aha... Eli selama ini ternyata adalah seorang tunanetra... Kehilangan Kitab tersebut, tak membuat semangat Eli sang pendekar itu surut, ia tetap menuju ke arah Barat sebagaimana bisikan yang memerintahkannya. Akhirnya sampai di suatu tempat yang kita kenal sebagai penjara di masa lalu "Alcatraz," Eli mengakhiri perjalanannya disini. Memasuki tanah Alcatraz yang dijaga superketat. Eli mengungkapkan bahwa ia mempunyai King James Bible lengkap. Alcatraz dikelola oleh Lombardi (Malcolm McDowell) yang mengoleksi/ mencetak ulang macam-macam buku-buku berharga dan mengoleksi benda-benda warisan abad modern yang hampir musnah. Lombardi sangat antusias dengan King James Bible yang dibawa oleh Eli, ia mengatakan bahwa ia telah mengumpulkan banyak buku-buku berharga di masa lalu, Shakespeare, seri lengkap Encyclopedia Britannica, buku musik karya Mozart, dll. dan mencetaknya ulang, namun selama ini ia belum pernah menemukan Bible/ Alkitab.

Penonton agak dibuat bingung dengan pernyataan Eli tersebut bahwa ia membawa King James Bible lengkap, kita tahu buku itu telah dirampas Carnegie. Ada kejutan di film ini, dimana Eli kemudian meminta kepada Lombardi untuk mengambil kertas dalam jumlah banyak dan alat tulis untuk menulis semua isi dari Alkitab. Ternyata Eli mendiktekan ayat demi ayat dari King James Bible yang berhasil dia hafalkan selama 30 tahun pengembaraan. Di akhir film, Eli akhirnya mati karena luka-lukanya, dan sebelum kematiannya itu, ia telah menyelesaikan pengungkapan seluruh isi King James Bible lengkap kepada Lombardi yang dengan tekun mencatat ayat-demi-ayat yang didiktekan kepadanya. Ada suatu ending yang manis di film ini yaitu narasi yang diucapkan Eli yang mengambil dari ayat Alkitab yang mau tak mau membuat penonton tersentuh: "Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman." (2 Timotius 4:7). Kalimat kemenangan ini diucapkan setiap abdi Allah ketika ia menyelesaikan misi yang diembankan kepadanya.

Kemudian King James Bible tersebut dapat kembali dicetak. Kitab itu ditempatkan oleh Lombardi pada sebuah rak buku. The King James Bible ditempatkan berjejer dengan Kitab Tanakh, Kitab Torah, History of the Jew, Al-Quran, dll. yang sudah dia dapatkan sebelumnya. The Book of Eli – 'Kitab Allahku' menjadi awal dan tanda bagi terciptanya kembali abad yang baru setelah bumi ini rusak oleh kejamnya perang. Sebuah tatanan dunia yang baru yang diawali dengan Firman Allah "In the beginning God created the heaven and the earth" (Genesis 1:1). Bunyi ayat ini terasa kuat dan menggetarkan dalam narasi yang dicapkan Eli.... sosok karakter sempurna abdi Allah yang berhasil dibawakan dengan baik oleh seorang aktor Denzel Washington, bravo!


Full Metal Jacket

The Prestige (Perang dalam Dunia Sulap)

A SONG FOR A RAGGY BOY

Stray Dog

The Book of Eli

CITY OF LIFE

NINE

MICHAEL JACKSON – This Is It!

KING

GARUDA DI DADAKU

Valkyrie

ELEGY

Atonement

Seraphim Falls

Gran Torino

THE PAINTED VEIL

LA NIÑA SANTA

Ennui

The Messenger

HOSTEL

REDACTED (2007)

IRON MAN

Film Atonement

Dororo

The Last King of Scotland

Denias

Seraphim Falls

X-Men: The Last Stand

NOBODY KNOWS

SILENT HILL

CAPOTE

The Pool

Dog Soldiers

The Hours

Final Destination 2

Catch Me If You Can

The Prestige

road to perdition

The Notebook

i am sam

DRAGON ZAKURA

Saur Sepuh

BROKEBACK MOUNTAIN

The Green Mile

The Vampire Assistant

A Walk To Remember

August Rush (2007)

Legends Of The Fall

Fireproof

the Last Samurai

The Mighty

Saving Private Ryan

review film Life is Beautiful

review film Schindler's List

review film Surat Kecil Untuk Tuhan

sweet home alabama

Never Been Kissed

review film closer

Pay it Forward

1 Litre of Tears

Hachiko: A Dog's Story

CITY OF LIFE

|0 komentar
CITY OF LIFE


Kawasan teluk di Timur Tengah sdg menggeliat dgn segala macam berbau perfilman belakangan ini. Beberapa festival film dr yg “tertua,” Dubai International Film Festival (DIFF) yg sdh memasuki thn keempat dan berlangsung tiap Desember; saudara sekotanya yg lbh berfokus pd film pendek dan dokumenter regional, Gulf Film Festival, sdh tiga thn bergulir tiap April; tetangganya di Abu Dhabi juga tdk ketinggalan dgn Middle East International Film Festival yg dipimpin oleh mantan artistic director Tribeca Film Festival Peter Scarlet; dan yg termutakhir di thn 2009 lalu Doha Tribeca mulai mengorbit di Qatar, berafiliasi dgn Tribeca Film Festival New York yg didirikan bersama oleh aktor Robert De Niro.

Blm lagi perusahaan-perusahaan produksi film dr yg memfasilitasi produksi film-film asing di sini, spt utk film Syriana, Transformers, The Kingdom, sampai ke yg beraspirasi ingin menjadi Pixar-nya TimTeng. Tapi yg blm muncul adl film fitur buatan org Arab sendiri yg dibuat di kawasan ini yg bs menjadi tuan rumah di negerinya sendiri dan bs berdiri tegak disejajarkan dgn film-film internasional lainnya, utamanya Hollywood. Keadaan ini telah berubah tahun lalu saat film fitur pertama produksi UAE yg dibuat org Emirati lulusan London Film School bernama Ali F. Mostafa (keturunan dr ayah Emirati dan ibu org Inggris) berjudul City of Life melangsungkan world premiere-nya di DIFF. Tgl 22 April lalu berlanjut dgn dirilis di sejumlah bioskop UAE, menandakan langkah historis industri perfilman UAE yg baru lahir utk dpt dikonsumsi publik tdk saja oleh org pribumi, tapi juga mayoritas penduduk UAE yg merupakan pekerja asing berasal dr hampir 200 negara di seluruh dunia. Dan sbg pekerja asing kecil-kecilan (baca: TKI) berbasis di Dubai yg jg pemerhati film, sy sdh turut menunaikan dukungan sy dgn menontonnya di bioskop di mall terbaru di Dubai (yg salah satu atraksinya menawarkan bioskop dgn layar raksasa selebar 20 meter, ExtremeScreen).

Kesan setelah menonton City of Life adl kepercayaan diri sutradaranya, Ali Mostafa yg masih berusia di bawah 30 thn, dlm membuat film fitur pertamanya ini. Setiap adegan yg terpapar di layar – dgn dukungan desain produksi dan sinematografi professional spt layaknya film produksi Hollywood - dieksekusi dgn profesionalisme yg bs diharapkan dr pelaku perfilman berpengalaman dlm memfilmkan kota Dubai sbg bagian yg tdk terpisahkan dgn karakter-karakter yg menghidupinya. Tp di balik kepercayaan dirinya itu, dlm banyak komentarnya Mostafa jg mengakui keterbatasan dan kompromi yg hrs diambilnya utk dpt menggolkan terselesaikannya filmnya sampai dirilisnya ke bioskop. Meskipun penyensoran film di UAE semakin melonggar dibandingkan dgn negara-negara tetangga (apalagi di Arab Saudi yg masih melarang penayangan film di bioskosp), masih ada hal-hal tertentu yg terlalu kontroversial dan tdk dpt dibicarakan begitu saja secara terbuka di ruang publik, spt misalnya prostitusi dan eksploitasi pekerja labor. Spt ditanya dlm satu wawancara dgn media barat ttg yg terakhir ini, “No comment,” ujar Mostafa setelah terdiam, “Sorry… I’m not a diplomat. I’m not going to be saying the right things, so I’m not going to comment.” Mostafa jg menegaskan, “Especially with your first film, you can’t go as deep as you would like. Number one, it’s the first film and you want to make more. I scratched the surface a little bit. The surface of controversy. You don’t necessarily have to make a film more real than what I tried to portray here.”


Apakah relevan mengkritisi film yg tdk dimaksudkan utk dibuat spt apa yg dikritisikan? Untuk siapa sebenarnya film ini dibuat? City of Life adl film bertipe, meminjam istilah David Bordwell, network narratives, film dgn gaya bertutur cerita yg menjadi ciri khas sutradara Meksiko Alejandro Gonzalez Inarritu yg dikenal dgn film triloginya Amores Perros, 21 Grams dan Babel. Film yg pertama dr trilogi tsb berbahasa Spanyol, yg kedua berbahasa Inggris, dan yg ketiga menggunakan multi bahasa (Spanyol, Inggris, Arab dan Jepang), dibintangi para pemeran multi-etnis dan berlokasi di tiga benua, memperluas skala filmnya menjadi global. Struktur bercerita network narratives ini sdh diterapkan sejak lama, tapi lbh dipopulerkan oleh sutradara independen Amerika legendaris Robert Altman dr thn 70-an ke 90-an dgn film-filmnya spt MASH dan Short Cuts dan di dekade ’00 dgn Gosford Park dan film terakhirnya A Prairie Home Companion. Warisan Altman diteruskan oleh Paul Thomas Anderson yg di thn 90-an menghasilkan film Boogie Nights dan Magnolia. Film terbaru Anderson There Will Be Blood yg bukan bertipe network narratives, didedikasikan utk Altman yg menutup usia di thn 2006. Dr perfilman Eropa, ada sutradara Polandia Krzysztof Kieslowski, yg di thn 90-an membuat trilogi influential yg jg banyak menginspirasi triloginya Inarritu (dan penulis skenarionya Guillermo Arriaga), Three Colors Trilogy yg berdasarkan tiga warna bendera Prancis, Blue, White, dan Red. Dpt disebut jg film Jepang karya Akira Kurosawa yg diangkat dr literatur klasik, Rashomon, yg mungkin termasuk prototipe awal film berjenis network narratives.

Apa maksudnya film berbentuk network narratives yg banyak diterapkan di masa kini seiring dgn pengaruh globalisasi dan internet di segala bidang? Pd dasarnya adl film dgn protagonis lbh dr satu yg masing-masing memiliki jalan ceritanya sendiri dan krn satu insiden atau peristiwa kebetulan terjalin keterkaitan satu sama lain yg biasanya berlokasi di satu tempat tertentu, baik itu rumah, hotel, tempat kerja, kota atau pun satu dunia spt di Babel. Atau bisa jg terkait oleh aspek tematiknya, spt salah satu film network narratives karya Richard Linklater favoritku, Fast Food Nation, yg mengeksplorasi proses dan industri pembuatan makanan cepat saji, lengkap dgn segala macam faktor pendukungnya, menguak keseluruhan sistem sampai ke intinya.

Mostafa jg menerapkan konvensi network narratives ini di City of Life. Namun perbandingan City of Life dgn film-film ini msh terlalu jauh, tapi jg tdk lantas membuat filmnya menjadi jelek. Dr segi teknik sdh cukup layak, tp kompleksitas dan keartistikannya relatif msh kurang. Model yg plg tepat sbg acuan City of Life adl film Paul Haggis, Crash, yg untungnya tdk sehisteris peraih film terbaik Oscar itu. Bila Crash, spt Boogie Nights dan Magnolia, ber-setting di kota Los Angeles, menampilkan interaksi penduduknya dr berbagai etnis dan strata sosial, City of Life adl ekuivalennya utk kota metropolis Dubai, kota di timur tengah dimana “barat” bertemu “timur” dan tradisi berbenturan dgn modernisasi. Hanya saja interaksi di City of Life terbatas pd satu strata, yg jg menggambarkan msh adanya perbedaan dan pemisahan kelas-kelas tertentu, dan baru bersimpangan jalan di klimaksnya saja. Spt di Crash dan banyak film network narratives lainnya, yg mempertemukan tiga jalan ceritanya adl timbulnya insiden kecelakaan yg menjadi titik balik filmnya. Dr pengatamanku sendiri, intensitas kecelakaan lalu lintas di Dubai memang cukup tinggi, terkadang tiap pergi keluar utk rekreasi atau pun kerja, ada saja kecelakaan yg terjadi, tdk sedikit jg yg cukup parah.


Tiga cerita utama di City of Life berisikan ensembel multietnis dan menggunakan tiga bahasa: Arab, Inggris dan Hindi. Yg pertama dan terutama adl ttg seorang pemuda Emirati, Faisal, kaya dan berkedudukan yg memikul beban sbg generasi penerus ayahanya, tp lbh banyak mengisi hidupnya bersenang-senang memanfaatkan statusnya itu bersama teman baiknya Khalfan, berkeliling-keliling kota mengendarai mobil sport Ferrari, Bugatti, atau pun kendaraan 4WD besar. Kedua karakter ini diperankan oleh Saoud Al Kaabi sbg Faisal, figur presenter dan selebriti TV lokal yg cukup populer (tp krn tdk pernah menonton TV, sy tdk bs mengomentari kepopulerannya itu) dan Yassin Alsalman alias The Narcicyst, seorang penyanyi hip hop asal Irak, sbg Khalfan, anak muda Emirati dr golongan menengah ke bawah bertemperamen tinggi yg tinggal bersama nenek dan adik perempuannya. Segmen ini berupaya menampilkan potret generasi muda Emirati kontemporer, keistimewaannya sbg pribumi ditengah dominasi penduduk asing beserta segala tantangannya dlm bergelut antara identitas lokal dan pengaruh budaya luar.

Cerita yg kedua diisi karakter-karakter ekspatriat kelas menengah ke atas. Dua pramugari asal Eropa Timur, Olga (aktris Inggris Natalie Dormer) dan Natalia (si cantik Alexandra Maria Lara), yg berambisi menjalankan hidup baru yg lbh baik; Seorang pebisnis periklanan yg jg playboy kelas kakap asal Inggris Guy Berger (Jason Flemyng, aktor yg jg tampil di The Curious Case of Benjamin Button, Clash of the Titans - yg dirilis bersamaan di bioskop UAE - dan Kick Ass). Sebegitu licinnya si Guy ini sampai di filmnya dikomentari, “So smooth he can sell sand to the Arabs.” Dan cerita ketiga adl ttg kelas pekerja. Seorang sopir taksi asal Gujarat, India, bernama Basu (diperankan Sonu Sood), yg berwajah mirip dgn bintang film terkenal dan bermimpi ingin juga terjun ke dunia hiburan bermodalkan wajahnya itu. Karakter ini terinspirasi dr seseorang yg mirip Shah Rukh Khan di satu bar Bollywood di Dubai yg pernah dikunjungi Mostafa.

Kritikus film Inggris David Thomson pernah menulis buku ttg Hollywood khususnya dan kota Los Angeles pd umumnya yg judulnya, The Whole Equation, diambil dr novel F. Scott Fitzgerald yg tdk selesai, The Last Tycoon. Buku yg memandang sejarah Hollywood dan kota lokasinya dr kesubyektifan Thomson tsb membahas the whole equation, suatu formula yg membuat film-film Hollywood - ditunjang segala macam aspek yg terlibat di dalamnya - bs eksis dan berkembang mengikuti dinamika perubahan zaman dr masa-masa awal berdirinya sampai sekarang. The whole equation yg membuat kota Dubai menjadi Dubai spt sekarang jg dpt diformulasikan utk melacak pesatnya pertumbuhan dan perkembangannya, tp bila merujuk pd film City of Life, msh banyak mata rantai yg blm tersambung utk memberi gambaran yg komprehensif, apalagi inklusif. Ketiga cerita yg ditampilkan City of Life msh blm cukup merepresentasikan populasi kota Dubai yg majemuk, dan bagaimana peran kemajemukan itu dlm membentuk Dubai masa kini sedemikian adanya.

Berada dimana kaum perempuan Emirati? Ketidakhadirannya cukup terasa sepanjang film. Selain adik dan nenek Khalfan, praktis karakter perempuan Arab pribumi absen di filmnya. Apa mereka bersembunyi di belakang tembok rumah mereka masing-masing? Realita Dubai tdk sekonservatif itu. Justru mereka aktif bertebaran di kawasan-kawasan tertentu sepelosok Dubai (spt misalnya dpt mudah dijumpai di pusat-pusat perbelanjaan), lengkap dgn pakaian tradisional abaya yg menyelimuti tubuh mereka, memancarkan keeleganan yg lbh “eksotis” drpd perempuan-perempuan pendatang berbusana ketat atau pun minim. Kemana jg orang-orang Filipina, baik itu laki-laki maupun perempuan? Raut muka mereka yg mirip dgn org Indonesia ini – sampai org Indonesia sering dianggap sbg org Filipina – termasuk imigran mayoritas di Dubai yg bila ada org terdampar tanpa peta dan kompas bs menyalahartikan kota Dubai sbg bagian dr negara Filipina. Dgn hanya menampilkan seorang kakek tua bersepeda pengumpul karton bekas di awal dan akhir filmnya belumlah cukup. Begitu jg dgn org-org India, yg dominasinya lbh kuat di sektor ekonomi melebihi sektor hiburan, terutama yg berasal dr daerah Kerala (etnis Malwari). Bagaimana pula dgn org Indonesia? Hanya tampil 1 detik saja di layar saat Faisal kembali ke rumah dan berkonfrontasi dgn ayahnya, seorang pembantu rumah tangga (yg kemungkinan besar org Indonesia, tdk terlalu jelas) menyingkir ke ruangan lain.

Spt yg secara tdk langsung diakui Mostafa, isu eksploitasi pekerja labor adl hal yg sensitif. Penggunaan karakter sopir taksi yg bertempat tinggal di daerah Karama, satu kawasan komersial dan residensial menengah di Dubai, adl jln pintas yg aman utk sekedar menyerempet persoalan akut ini. Bila Mostafa lbh berani, bs saja ia menampilkan karakter pekerja kosntruksi - yg menjadi tulang punggung pesatnya pembangunan kota Dubai - dgn gaji minimum dan tinggal berdesak-desakan di akomodasi khusus pekerja labor di daerah Al Qusais yg lokasinya berdekatan dgn tempat pembuangan sampah se-Dubai. Dr sisi spektrum yg lain, terlewatkan jg penggalian lbh dalam thd budaya konsumerisme yg melekat dan sdh menjadi bagian dr gaya hidup di Dubai. Spend here what you earn in Dubai. If you got it, flaunt it.

City of Life memang bukanlah film dokumenter. Mostafa berhak merias fiksinya dgn apa pun yg menurutnya bs menghibur tanpa menutup mata sepenuhnya thd kenyataan. Keputusan Mostafa utk mengikuti formula Hollywood (dan fragmen Bollywood) adl utk dpt menjangkau audiens global seluas mungkin yg sdh terbiasa mengonsumsi produk film Hollywood dan Bollywood, memberi sentuhan yg sdh cukup familiar dlm mengangkat isu dan budaya lokal yg mungkin terlalu alien atau msh primitif utk kebanyakan org. Mau bagaimana pun reaksi atau evaluasiku thd filmnya, sy cukup terhibur menonton City of Life. Timbul jg keinginan utk menontonnya lg. Mungkin bila sdh dirilis di DVD, setidaknya bs dijadikan salah satu suvenir kenang-kenangan dr Dubai. Meskipun tdk merumuskan “the whole equation” Dubai secara utuh (tdk ada rumus E=MC2 di sini), setidaknya persoalan-persoalan konkrit ditelusuri, disertai sisi positif dan negatifnya, mengindikasikan not all that glitters is Dubai…

You feel restricted in Dubai by regular things that are normal in any other part of the world. I can’t go out and tell the grittiest or the dirtiest or the most gruesome story, especially with the first film.


"My film is not a documentary, nor is it propaganda. It's stories that I came up with, some from personal experience, but mostly fiction. That's what films are about. It's about escapism, it is a journey for the audience."


Full Metal Jacket

The Prestige (Perang dalam Dunia Sulap)

A SONG FOR A RAGGY BOY

Stray Dog

The Book of Eli

CITY OF LIFE

NINE

MICHAEL JACKSON – This Is It!

KING

GARUDA DI DADAKU

Valkyrie

ELEGY

Atonement

Seraphim Falls

Gran Torino

THE PAINTED VEIL

LA NIÑA SANTA

Ennui

The Messenger

HOSTEL

REDACTED (2007)

IRON MAN

Film Atonement

Dororo

The Last King of Scotland

Denias

Seraphim Falls

X-Men: The Last Stand

NOBODY KNOWS

SILENT HILL

CAPOTE

The Pool

Dog Soldiers

The Hours

Final Destination 2

Catch Me If You Can

The Prestige

road to perdition

The Notebook

i am sam

DRAGON ZAKURA

Saur Sepuh

BROKEBACK MOUNTAIN

The Green Mile

The Vampire Assistant

A Walk To Remember

August Rush (2007)

Legends Of The Fall

Fireproof

the Last Samurai

The Mighty

Saving Private Ryan

review film Life is Beautiful

review film Schindler's List

review film Surat Kecil Untuk Tuhan

sweet home alabama

Never Been Kissed

review film closer

Pay it Forward

1 Litre of Tears

Hachiko: A Dog's Story

NINE

|0 komentar
NINE

Alkisah Guido Contini seorang sutradara brilian, dikagumi, yang kemudian masuk pada stagnansi dalam berkarya karena polemik kehidupan percintaannya. Di tengah akan memproduksi film terbarunya, ia mempunyai masalah waktu dan inspirasi, oleh karenanya ia belum memiliki skenario dan ia harus bertanggung jawab dengan sang producer (Ricky Tognazzi). Ia sulit mendapatkan inspirasi baru untuk kembali berkarya.


Sehari-hari ia selalu dikelilingi wanita-wanita cantik, ia juga memiliki seorang istri yang baik dan cantik, Luisa (Marion Cotillard), tapi juga menjalin hubungan asmara dengan seorang wanita bernama Carla (Penélope Cruz) dan sempat hampir masuk perangkap Stephanie (Kate Hudson), seorang jurnalis dari majalah fashion. Masalah bertambah, hubungannya dengan Claudia (Nicole Kidman) yang menjadi pernah menjadi sumber inspirasinya pun jadi semakin rumit karena Claudia menolak untuk menjadi bagian di filmnya lagi.

Semuanya perempuan pada saat yang sama ingin merebut hatinya dan ingin menjadi yang paling spesial. Saat Maestro Contini merasa benar-benar terpuruk, membawa kenangan pada sang mamma (Sophia Loren), ia kembali ingin sebagai anak kecil dalam lindungan ibunya, ia juga kembali kepada memory seorang perempuan dari kenangan masa kecilnya Saragina (Fergie). Di saat memasuki umur paruh baya, ia masih terjebak dalam sifat 'anak-anak', masa-demi masa sampai di usianya yang ke 40-an rupanya belum kunjung membuatnya menjadi pria matang dan dewasa, sehingga ia sulit memadukan tuntutan pekerjaan secara bersamaan dengan kesenangannya untuk berpetualang cinta, semuanya tidak dapat terkelola baik, malah kemudian semuanya itu tidak lagi memberinya kenikmatan. Sang Maestro di dalam keterpurukannya itu beruntung masih memiliki orang kepercayaan sekaligus penata busananya yang kemudian menjadi seorang sahabat dan motivator, Lilli (Judi Dench), sehingga pada akhirnya ia dapat kembali berkarya dan kembali dalam upayanya mengambil hati satu perempuan yang paling dicintainya diantara semuanya.

Sisi psikologis lelaki paruh baya itulah yang menjadi tema cerita, dan yang membuat film ini berkesan. Konflik-konflik ditampilkan mengalir dengan sangat bagus dari awal sampai klimaknya, dan diantara itu diselipkan kisah-kisah flashback yang mengalir manis pula. Untuk sajian ini, tentu tidak lepas dari screenplay yang ditulis oleh Anthony Minghella dan Michael Tolkin. Jikalau Anda menyukai alur cerita brilian yang ada di film English Patient (1996), Anda akan memahami kejeniusan Anthony Minghella dalam mengadaptasi cerita/ novel kepada skenario film kaliber Oscar.

Film "NINE" sangat menarik, musiknya bagus, tata panggung, gerak, kostum, dan juga karena dibintangi aktris-akris kaliber Oscar dan papan atas, Marion Cotillard, Penélope Cruz, Nicole Kidman, Judi Dench, Kate Hudson, Stacy Ferguson, dan Sophia Loren, dan ternyata mereka tidak hanya pandai berakting tetapi bisa juga menyanyi. "NINE", tidak melulu menjadi ajang parade akting dari aktor dan akris mahal, tetapi juga pertunjukan teknik artistik yang rapi, yang mengambil suasana Italia di tahun 1960-an yang dipaparkan dengan detil, sudut-sudut pengambilan gambar tersaji cantik, dengan iringan lagu-lagu karya Maury Yeston yang sudah dikenal itu, semakin menegaskan megah dan glamournya film ini.


Full Metal Jacket

The Prestige (Perang dalam Dunia Sulap)

A SONG FOR A RAGGY BOY

Stray Dog

The Book of Eli

CITY OF LIFE

NINE

MICHAEL JACKSON – This Is It!

KING

GARUDA DI DADAKU

Valkyrie

ELEGY

Atonement

Seraphim Falls

Gran Torino

THE PAINTED VEIL

LA NIÑA SANTA

Ennui

The Messenger

HOSTEL

REDACTED (2007)

IRON MAN

Film Atonement

Dororo

The Last King of Scotland

Denias

Seraphim Falls

X-Men: The Last Stand

NOBODY KNOWS

SILENT HILL

CAPOTE

The Pool

Dog Soldiers

The Hours

Final Destination 2

Catch Me If You Can

The Prestige

road to perdition

The Notebook

i am sam

DRAGON ZAKURA

Saur Sepuh

BROKEBACK MOUNTAIN

The Green Mile

The Vampire Assistant

A Walk To Remember

August Rush (2007)

Legends Of The Fall

Fireproof

the Last Samurai

The Mighty

Saving Private Ryan

review film Life is Beautiful

review film Schindler's List

review film Surat Kecil Untuk Tuhan

sweet home alabama

Never Been Kissed

review film closer

Pay it Forward

1 Litre of Tears

Hachiko: A Dog's Story

MICHAEL JACKSON – This Is It!

|0 komentar
MICHAEL JACKSON – This Is It!

Michael Jackson sang Raja Pop dunia adalah legenda, si genius dan seorang yang dikenal perfeksionis. Yang sering dalam bayangan kita menghadapi seorang yang perfeksionis, kita sering akan menggambarkan orang itu cerewet setengah mati, tidak segan mendamprat orang, galak/ menakutkan seperti dedemit ketika melihat sesuatu yang tidak cocok dengan apa kemauannya. Ah rupanya patron itu tidak dimiliki Michael Jackson. Dalam film berdurasi sekitar 112 menit ini kita disuguhi sebuah presentasi sosok MJ yang humble, sopan terhadap semua rekan kerjanya, entah itu musisi, penari, sound man maupun stage director-nya.


Kita bisa menilai ketulusannya terhadap setiap orang karena memang sesi latihan yang difilmkan itu sebenarnya bukan untuk konsumsi publik. MJ sebagai seorang yang menjadi sentral dalam persiapan konser itu mampu me-leading setiap orang dengan tegas namun selalu dibungkus dengan kata-kata yang manis dan sikap yang sopan. Ia memberikan contoh bagaimana betotan bass yang harus dimainkan untuk dapat me-leading sebuah ritme lagu dengan benar, bagaimana piano harus dimainkan, bagaimana sebuah lagu dinyanyikan dengan ekspresi yang total. Seperti ketika ia meminta Orianthi Panagaris, gitarisnya untuk memainkan nada-nada tinggi. Dia berkata kepadanya supaya tidak ragu-ragu untuk memainkan nada tinggi, "It's time for you to shine, we'll be with you, it's time for you to shine...". Sikap-sikap seperti ini ditunjukkan kepada para pemain band dengan cara yang sangat halus dan sopan. Terlihat bahwa ia menganggap setiap orang dalam 'team-work'-nya itu adalah bagian dari dirinya sendiri. Dan dengan cara itu orang-orang disekelilingnya pun mampu mengimbangi dan menuruti kemauan sang bintang untuk bekerja-keras dalam persiapan rencana konser "This Is It" yang sedianya akan dimulai pada July 13, 2009.

Sayang sekali, konser "This Is It" harus dibatalkan karena Sang Bintang meninggal dunia pada tanggal 25 Juni 2009, 18 hari sebelum konser itu dimulai. Sebelumnya tidak pernah ada terpikir bahwa "sesi latihan" yang kini direlease dalam film itu akan dipertontonkan ke publik, demikian kata sang sutradara Kenny Ortega, namun karena kematian MJ yang mendadak itu, akhirnya rekaman sesi latihan ini diproduksi untuk para penggemar MJ. Sebelum "This Is It" direlease, ada ketidak-setujuan dari pihak keluarga, dan beberapa orang yang menganggap ini untuk tujuan komersial saja. Ya, segi komersialnya memang kental, dan kenyataannya memang apapun dengan label MJ itu masih layak jual. Buktinya demam MJ terus terjadi setelah delapan bulan ia meninggal. Kini, penjualan video "This Is It" ini menempati peringkat pertama penjualan di toko-toko DVD. Para penggemar MJ langsung memburu film ini dalam bentuk DVD dan Blue Ray. Menurut Home Media Magazine, penjualan DVD "Michael Jackson – This Is It" ini sudah mencapai 1.2 juta kopi. Dan merupakan rekor penjualan tercepat di rental dan toko DVD di Amerika dalam minggu pertama setelah dirilis.

Saya adalah termasuk penggemar yang diuntungkan dengan direleasenya video Sang Bintang yang terakhir ini, karena dari situ dapat mencermati sekaligus belajar dari sosok seorang bintang yang memiliki kepribadian yang luar-biasa. Di posisinya sebagai seseorang yang dipuja, dia tetap mampu menempatkan dirinya sebagai sosok yang sangat bersahabat bagi orang-orang sekelilingnya. MJ seseorang yang rendah hati dan sikap 'bossy' rasa-rasanya tidak ditemukan dalam setiap lakunya. Terlihat apresiasi dari MJ kepada setiap orang yang telah melakukan apa yang menyenangkan hatinya, ia dengan spontan berkata kepada orang-orang itu "God bless you" atau "I love you". Berkali-kali pula MJ mengatakan "This is for love", "do it with love", "thank you" dan "sorry" yang mudah terlontar dari mulutnya. Dengan senyuman dan sorot mata yang ramah, itu dilakukannya bukan untuk show, ya memang begitulah "tata-krama" yang melekat dalam diri Sang Bintang yang mendarah daging . Agaknya terlalu sadis bagi dirinya jika kita kembali mengingat adanya berita-berita miring yang pernah menerpa sosok seperti MJ.

MJ yang perfeksionis bersama team-nya berlatih keras untuk konser terakhirnya, dalam sesi latihan itu, seluruh peralatan dan pernak-pernik konser sudah hampir seperti konser beneran. Melalui sesi latihan itu saja, kita sudah disuguhi sebuah atraksi konser yang hebat, sajian show yang hi-tech, kualitas vocal yang baik dan tata gerak yang menawan. Ditampilkan pula pakaian-pakaian yang akan digunakan untuk show tersebut, kostum panggung yang spektakuler karya designer Zaldy Goco yang menghabiskan jutaan dolar untuk pernak-pernik kristal Swarovski saja. Di usianya yang ke 50 itu, MJ masih mampu memperlihatkan pesonanya dengan tubuh yang meliuk-liuk dalam gerakannya yang khas, dan vocal yang masih prima.

MJ adalah seorang seniman yang 'too good to be true', unique, one of a kind, ia bernyanyi, bermusik, menari, menulis lyric dan seorang pemimpi yang mampu membawa orang lain masuk ke dalam imaginasinya, ini tidak mudah kita temukan lagi dalam diri orang-orang lain. MJ seorang yang puitis, dan karya sastranya ini dijumpai dalam kesehariannya, terlihat darimana ketika ia mengarahkan kepada orang-orang sekelilingnya bahwa sebuah lagu cinta harus diungkapkan dengan bahasa cinta dan perasaan cinta yang benar-benar dihayati, bukan hanya yang dari suara yang keluar di bibir. Kemudian saya teringat pada sebuah buku yang saya beli tahun 1992, sebuah buku kumpulan puisi yang ditulis MJ yang berjudul "Dancing the Dream", dari buku itu MJ menambah gelarnya untuk layak disebut sebagai seorang filsuf, dan berdasarkan kesaksian dari film "This Is It" saya ingin menambahkan gelarnya lagi, bahwa ia adalah seorang motivator yang handal. Di akhir sesi latihan itu MJ berbicara di hadapan team-worknya bagaikan seorang guru dan panutan, ia seolah memberikan khotbah, dan itu khotbahnya yang terakhir :

"Lets continue and believe and have faith. Give me your all, your endurence, your patience, and your understanding. But it's an adventure, it's a great adventure, it's nothing to be afraid about. They just want wonderful experiences, they want escanism.
We wanna take them places, that they've never been before. We wanna show them talent, like they've never seen before, so give you all. And I love you all, and we're a family, just know that, we are a family.
We're putting love back, into the world to remind, the world that love is important.
Love is important. To love each other. We're all one. That's the message. And take care of the planet. We have four years to get it right or else it's irreversible the damage we've done. So we have an important message to give, okay? It's important. But thank you for your cooperation so far. Thank you. Big thank you. Blessings, blessings to all."

This is it..... video dengan durasi 112 menit itu telah mampu bicara banyak tentang kemanusiaan dan relasi antar manusia.


Full Metal Jacket

The Prestige (Perang dalam Dunia Sulap)

A SONG FOR A RAGGY BOY

Stray Dog

The Book of Eli

CITY OF LIFE

NINE

MICHAEL JACKSON – This Is It!

KING

GARUDA DI DADAKU

Valkyrie

ELEGY

Atonement

Seraphim Falls

Gran Torino

THE PAINTED VEIL

LA NIÑA SANTA

Ennui

The Messenger

HOSTEL

REDACTED (2007)

IRON MAN

Film Atonement

Dororo

The Last King of Scotland

Denias

Seraphim Falls

X-Men: The Last Stand

NOBODY KNOWS

SILENT HILL

CAPOTE

The Pool

Dog Soldiers

The Hours

Final Destination 2

Catch Me If You Can

The Prestige

road to perdition

The Notebook

i am sam

DRAGON ZAKURA

Saur Sepuh

BROKEBACK MOUNTAIN

The Green Mile

The Vampire Assistant

A Walk To Remember

August Rush (2007)

Legends Of The Fall

Fireproof

the Last Samurai

The Mighty

Saving Private Ryan

review film Life is Beautiful

review film Schindler's List

review film Surat Kecil Untuk Tuhan

sweet home alabama

Never Been Kissed

review film closer

Pay it Forward

1 Litre of Tears

Hachiko: A Dog's Story

KING

|0 komentar
KING, Sang Legenda

Pemain :
Rangga Raditya – Guntur
Mamiek Prakoso – Pak Tejo
Lucky Martin – Raden
Ario Wahab – Mas Raino
Asrul Dahlan – Bang Bujang
Wawan Wanisar – Pak Lurah
Yati Surachman – nenek Raden
Surya Saputra – Pelatih Bulutangkis

Sutradara : Ari Sihasale
Dirmawan Hatta – penulis skenario
Penata Musik : Aksan Sjuman dan Titi Sjuman
Produser : Ari Sihasale dan Nia Zulkarnaen Sihasale.
Produksi : Alenia Productions

Setelah "Garuda di Dadaku" Satu lagi film anak-anak plus olah-raga turut meramaikan musim liburan kali ini. Judulnya pendek saja "KING", film cerita pertama di dunia yang bercerita tentang olah-raga Bulutangkis. "KING" adalah karya perdana dari sutradara Ari Sihasale, seorang aktor senior sekaligus produser yang sukses menelorkan "DENIAS – Senandung di Atas Awan" dan "Liburan Seru". "KING" diproduksi oleh Alenia Productions yang didirikan oleh Ari Sihasale dan Nia Zulkarnaen. Dua sejoli ini aktif membuat film, setelah sukses dengan "Denias", kini mereka menghadirkan "KING" yang kisahnya terinspirasi legenda bulutangkis Indonesia, Liem Swie King (28 Februari 1956 - ). Walaupun memang ada banyak deretan nama-nama legenda Bulutangkis di Indonesia, seperti Rudi Hartono, Tan Joe Hok, Iie Sumirat, Christian Hadinata, Ade Chandra, Tjun Tjun, Johan Wahyudi, Icuk Sugiarto, Alan Budi Kusuma, Susi Susanti,, dan lain-lain, namun hanya ada satu yang mempunyai ciri khas yang dikenang sampai sekarang, yaitu smash dengan cara melompat (jumping smash) yang kemudian dikenal dengan sebutan "King Smash" yang hingga kini masih melegenda dan ditiru oleh pemain-pemain dunia.


Film "KING" ini mengemas drama keluarga sarat dengan pesan pendidikan, perjuangan, dan nasionalisme. "KING" mengisahkan perjuangan dalam prestasi olah raga dari seorang anak dari desa, dengan kemauan dan latihan yang keras akan membawakan hasil yang heran. Senada dengan film "Garuda di Dadaku", film "KING" ini disamping bertema olah-raga juga tentang persahabatan, suatu persahabatan ala "Hamlet dan Horatio". Suatu jenis persahabatan yang dapat mengungkapkan kepada kita bahwa manusia tidak dapat hidup sendirian. Setiap kesuksesan, apapun jenisnya selalu memerlukan dukungan dari orang-orang sekitarnya yang terdekat.

Pak Tejo adalah seorang ayah yang begitu mengidolakan salah-satu superstar Bulutangkis Indonesia Liem Swie King. Sehingga anaknya pun dinamai Guntur (nama lain Liem Swie King). Mamiek Prakoso cukup bagus memerankan karakter Pak Tejo sangat mencintai Bulutangkis dan dia menularkan semangat dan kecintaannya itu pada Guntur. Pak Tejo adalah seorang komentator pertandingan Bulutangkis antar kampung yang juga bekerja sebagai pengumpul bulu-angsa, bahan untuk pembuatan shuttle-cock. Walaupun dia sendiri tidak bisa menjadi seorang juara bulutangkis, ia berambisi agar anaknya Guntur ini akan menjadi juara Bulutangkis. Guntur, setiap kali berlaga di arena Bulutangkis di kampungnya, ia dijuluki "King" dengan harapan agar si Guntur kecil ini suatu saat nanti akan menjadi juara seperti Liem Swie King. Di pihak lain, didikan keras dan disiplin dari Pak Tejo ini sering membuat Guntur tertekan.

Raden adalah sosok "Horatio" bagi Guntur, Raden adalah teman yang sejati. Ia setia dan bersedia melakukan apa saja agar sahabatnya ini dapat menjadi juara. Raden menyadari betul bahwa sang bakal juara ini perlu dukungan seorang teman sebayanya. Raden tahu betul bahwa ayah Guntur telah melatihnya dengan sangat keras. Maka Raden menempatkan dirinya khusus sebagai penghibur sekaligus penyemangat agar sang bakal juara ini tidak pernah putus-asa. Dialek-dialek khas Jawa-Timuran membuat film ini mempunyai sentuhan-sentuhan jenaka seperti "ngawur koen", "gak asik koen", "ayune rek...". Lucky Martin pemeran tokoh Raden ini mempunyai pembawaan yang pas untuk memainkan tokoh Raden yang jenaka, yang sifatnya ini berseberangan dengan Guntur yang mempunyai sikap temperamental. Namun kedua karakter ini menjalin hubungan yang erat dan menjadi sahabat sejati. Raden, senantiasa mendorong dan berusaha dengan berbagai macam akal, agar Guntur dapat diterima masuk ke dalam klub PB Djarum di kota Kudus yang banyak melahirkan pemain nasional.

"KING" adalah film keluarga yang ringan, menghibur tapi berbobot. Sebagai insan film yang memiliki idealisme, Ari Sihasale di filmnya ini bekerja cukup hati-hati untuk perolehan produksi film yang baik. Ia berusaha menampilkan karakter Guntur yang di satu sisi, ia harus mampu berakting dengan baik, tetapi sekaligus juga harus dapat bermain Bulutangkis dengan sempurna. Untuk itu, ia meminta bantuan Hastomo Arbi sebagai penasehat tekhnis Bulutangkis dan sekaligus menjadikan aktor belia pendatang baru, Rangga Raditya menjadi seorang pemain Bulutangkis yang baik sekaligus aktor yang baik. Demikian juga pemilihan lokasi syuting, Ari Sihasale mampu memberikan sinematografi yang cantik yang diambil dari kawasan Kawah Ijen dengan perkampungannya, Pasar Blambangan, Banyuwangi, dan Baluran – Jawa Timur. Perlu kita diperhatikan dan hayati, sajian musik latar yang bagus dan inspiratif disajikan dan dikemas dengan baik oleh Aksan dan Titi Sjuman.

Di film "KING" ini juga memunculkan sederetan atlet Bulutangkis sebagai cameo – yang memerankan diri sendiri – tentu saja tokoh utama Liem Swie King dan beberapa bintang lain seperti Hariyanto Arbi, Hastomo Arbi, Ivanna Lie, Rosiana Tendean, dan Maria Kristin. Film ini mengangkat pula rasa nasionalisme masyarakat, sekaligus mengangkat citra Bulutangkis Indonesia sekaligus penghormatan kepada para pahlawan Bulutangkis negeri ini. Semangat nasionalisme menjadi semakin kental dengan hadirnya lagu kebangsaan "Indonesia Raya" di akhir cerita. Film ini dapat menjadi motivasi bagi anak-anak kita dengan sukses KING, bahwa keberhasilah hanya diraih dengan kerja keras dan usaha tanpa henti untuk menjadi yang terbaik. Menjadi juara itu bukan kebetulan, sebaliknya senantiasa ada persiapan yang panjang dan latihan yang disiplin.


Full Metal Jacket

The Prestige (Perang dalam Dunia Sulap)

A SONG FOR A RAGGY BOY

Stray Dog

The Book of Eli

CITY OF LIFE

NINE

MICHAEL JACKSON – This Is It!

KING

GARUDA DI DADAKU

Valkyrie

ELEGY

Atonement

Seraphim Falls

Gran Torino

THE PAINTED VEIL

LA NIÑA SANTA

Ennui

The Messenger

HOSTEL

REDACTED (2007)

IRON MAN

Film Atonement

Dororo

The Last King of Scotland

Denias

Seraphim Falls

X-Men: The Last Stand

NOBODY KNOWS

SILENT HILL

CAPOTE

The Pool

Dog Soldiers

The Hours

Final Destination 2

Catch Me If You Can

The Prestige

road to perdition

The Notebook

i am sam

DRAGON ZAKURA

Saur Sepuh

BROKEBACK MOUNTAIN

The Green Mile

The Vampire Assistant

A Walk To Remember

August Rush (2007)

Legends Of The Fall

Fireproof

the Last Samurai

The Mighty

Saving Private Ryan

review film Life is Beautiful

review film Schindler's List

review film Surat Kecil Untuk Tuhan

sweet home alabama

Never Been Kissed

review film closer

Pay it Forward

1 Litre of Tears

Hachiko: A Dog's Story