Banyak keberhasilan tokoh besar justru didukung oleh perempuan hebat dan kuat di belakangnya. Perempuan itu tidak lain adalah para istri yang selalu setia. Pengorbanan dan dedikasi istrilah yang mengantarkan para suami ke gerbang kebesaran.
Namun sayang, kiprah perempuan-perempuan luar biasa itu sering terlupakan. Penyebabnya, para tokohlah yang lebih mendapat perhatian maupun ekspos ketimbang istri mereka.
Para perempuan ini memang tidak mengharapkan balasan. Namun, penghargaan patut mereka terima atas apa yang telah mereka sumbangkan bagi para tokoh yang mereka dampingi.
Begitu juga dengan roman sejarah Kuantar ke Gerbang yang mengisahkan perjalanan Inggit Garnasih dan Soekarno. Dari buku ini dapat terlihat bagaimana pengorbanan maupun sumbangsih Inggit terhadap Soekarno.
Dikisahkan dalam novel ini, bagaimana Inggit telah melakukan banyak hal untuk mendukung aktivitas Soekarno, dimulai dari ketika Soekarno masih menjadi mahasiswa di Bandung, hingga ketika ia mengalami masa-masa sulit di bawah tekanan pemerintah Hindia Belanda.
Pengorbanan Inggit Garnasih ini dideskripsikan oleh Ramadhan KH, penulis buku ini, misalnya ketika Inggit harus mencari nafkah untuk keluarga. Maklum, ketika masih menjadi mahasiswa, Soekarno belum memiliki pekerjaan. Padahal saat itu ia telah menikah dengan Inggit.
Hal yang sama juga terjadi ketika Soekarno dijebloskan ke dalam penjara oleh pemerintah Belanda karena dituduh telah merencanakan kejahatan. Ketika itu Inggit tetap setia mendampingi Soekarno.
Inggit menutup-tutupi kesulitan dirinya agar Soekarno tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya. Ia ingin Soekarno tetap merasa tenang dan tidak diganggu pikiran tentang dirinya.
Bahkan ketika Inggit terpaksa berjalan bersama anaknya kaki dari Bandung menuju penjara Sukamiskin, Ujung Berung, Bandung, untuk menjenguk Soekarno, hal itu tidak diceritakannya. Ini menunjukkan bahwa Inggit ingin Soekarno tidak dibebani hal yang "tidak penting" selama berada di penjara.
Kesetian Inggit teruji kembali ketika Soekarno diasingkan ke Ende maupun ke Bengkulu. Ketika itu Inggit menyatakan akan mengikuti Soekarno ke pengasingan. Hal ini tentu bukan perkara mudah, apalagi kedua daerah itu merupakan wilayah yang belum pernah didatangi oleh Inggit sebelumnya.
Tetapi Inggit tidak memedulikan hal itu. Keputusannya untuk mengabdi kepada sang suami sudah bulat. Bagi Inggit, mendampingi suami dalam susah maupun senang sudah menjadi kewajiban seorang istri.
Hal yang paling melukai Inggit adalah ketika Soekarno mengemukakan keinginananya untuk memiliki anak. Itu berarti Soekarno harus menikah dengan perempuan lain karena Inggit kecil kemungkinanya untuk bisa memberikan anak.
Namun toh Inggit pasrah. Sebab ia tahu, dengan memberikan kesempatan kepada Soekarno untuk menikah dengan perempuan lain, berarti ia telah memberikan kesempatan kepada lelaki itu untuk berbuat banyak untuk Indonesia.
Itulah potret pengorbanan dan totalitas perempuan para pendamping tokoh besar negeri ini. Sekecil apapun, selalu ada yang diberikan demi sukses sang suami. Apa yang diterima, mereka tidak peduli
Namun sayang, kiprah perempuan-perempuan luar biasa itu sering terlupakan. Penyebabnya, para tokohlah yang lebih mendapat perhatian maupun ekspos ketimbang istri mereka.
Para perempuan ini memang tidak mengharapkan balasan. Namun, penghargaan patut mereka terima atas apa yang telah mereka sumbangkan bagi para tokoh yang mereka dampingi.
Begitu juga dengan roman sejarah Kuantar ke Gerbang yang mengisahkan perjalanan Inggit Garnasih dan Soekarno. Dari buku ini dapat terlihat bagaimana pengorbanan maupun sumbangsih Inggit terhadap Soekarno.
Dikisahkan dalam novel ini, bagaimana Inggit telah melakukan banyak hal untuk mendukung aktivitas Soekarno, dimulai dari ketika Soekarno masih menjadi mahasiswa di Bandung, hingga ketika ia mengalami masa-masa sulit di bawah tekanan pemerintah Hindia Belanda.
Pengorbanan Inggit Garnasih ini dideskripsikan oleh Ramadhan KH, penulis buku ini, misalnya ketika Inggit harus mencari nafkah untuk keluarga. Maklum, ketika masih menjadi mahasiswa, Soekarno belum memiliki pekerjaan. Padahal saat itu ia telah menikah dengan Inggit.
Hal yang sama juga terjadi ketika Soekarno dijebloskan ke dalam penjara oleh pemerintah Belanda karena dituduh telah merencanakan kejahatan. Ketika itu Inggit tetap setia mendampingi Soekarno.
Inggit menutup-tutupi kesulitan dirinya agar Soekarno tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya. Ia ingin Soekarno tetap merasa tenang dan tidak diganggu pikiran tentang dirinya.
Bahkan ketika Inggit terpaksa berjalan bersama anaknya kaki dari Bandung menuju penjara Sukamiskin, Ujung Berung, Bandung, untuk menjenguk Soekarno, hal itu tidak diceritakannya. Ini menunjukkan bahwa Inggit ingin Soekarno tidak dibebani hal yang "tidak penting" selama berada di penjara.
Kesetian Inggit teruji kembali ketika Soekarno diasingkan ke Ende maupun ke Bengkulu. Ketika itu Inggit menyatakan akan mengikuti Soekarno ke pengasingan. Hal ini tentu bukan perkara mudah, apalagi kedua daerah itu merupakan wilayah yang belum pernah didatangi oleh Inggit sebelumnya.
Tetapi Inggit tidak memedulikan hal itu. Keputusannya untuk mengabdi kepada sang suami sudah bulat. Bagi Inggit, mendampingi suami dalam susah maupun senang sudah menjadi kewajiban seorang istri.
Hal yang paling melukai Inggit adalah ketika Soekarno mengemukakan keinginananya untuk memiliki anak. Itu berarti Soekarno harus menikah dengan perempuan lain karena Inggit kecil kemungkinanya untuk bisa memberikan anak.
Namun toh Inggit pasrah. Sebab ia tahu, dengan memberikan kesempatan kepada Soekarno untuk menikah dengan perempuan lain, berarti ia telah memberikan kesempatan kepada lelaki itu untuk berbuat banyak untuk Indonesia.
Itulah potret pengorbanan dan totalitas perempuan para pendamping tokoh besar negeri ini. Sekecil apapun, selalu ada yang diberikan demi sukses sang suami. Apa yang diterima, mereka tidak peduli